Disclaimer

Segala sesuatu yang termuat dalam edisi digital ini adalah bentuk pendapat pribadi dan berdasarkan pemahaman penulis terhadap berbagai hal yang bersumber pada acuan-acuan tertulis, pendapat penulis lain dan atau pada artikel lain. Segala macam pendapat, kritik, sanggahan yang terdapat pada artikel di blog ini, adalah sebagai pendapat pribadi, tidak bersifat final dan tidak mengikat pihak manapun dan semata-mata sebagai upaya konstruktif agar segala sesuatu menjadi lebih baik. Penulis tidak dapat diganggu-gugat dalam segala macam bentuk apapun sebagai wujud kebebasan berekspresi, mengeluarkan pendapat dan hak asasi manusia.

Jumat, 29 Oktober 2010

Eksistensi Hutan Bakau Dalam Antisipasi Bencana Tsunami

Sahabat Pecinta Lingkungan Yth.

Seperti yang telah kita ketahui dan alami bersama, negara kepulauan Indonesia begitu rentan dengan bencana alam, sperti gempa, tsunami dan juga "gempa moneter". Dalam tulisan kali ini, saya mencoba mengangkat salah satu kearifan lokal (dari sekian banyak sebenarnya), yang merupakan potensi efektif yang disediakan oleh alam sekitar kita dalam membijaksanai cobaan dari Tuhan yang berupa bencana alam tadi. Secara khusus, tulisan ini, saya tujukan buat daerah kelahiran saya, yakni Bali. Saya menyadari bahwa saat inipun di Bali, para stakeholder terkait sedang gencar (jangan sampai mengendor) dalam membudidayakan dan membudayakan kegiatan -kegiatan pelestarian lingkungan. Dan, sebelumnya saya mohon maaf bahwa tulisan ini nanti akan lebih bersifat argumentatif daripada kuantitatif karena keterbatasan data & fakta yang saya hadapi. Semoga Pikiran yang Baik datang Dari Segala Penjuru!

Apa itu Hutan Bakau?



Hutan bakau atau disebut juga hutan mangrove adalah hutan yang tumbuh di atas rawa-rawa berair payau yang terletak pada garis pantai dan dipengaruhi oleh pasang-surut air laut. Hutan ini tumbuh khususnya di tempat-tempat di mana terjadi pelumpuran dan akumulasi bahan organik. Baik di teluk-teluk yang terlindung dari gempuran ombak, maupun di sekitar muara sungai di mana air melambat dan mengendapkan lumpur yang dibawanya dari hulu.

Ekosistem hutan bakau bersifat khas, baik karena adanya pelumpuran yang mengakibatkan kurangnya aerasi tanah; salinitas tanahnya yang tinggi; serta mengalami daur penggenangan oleh pasang-surut air laut. Hanya sedikit jenis tumbuhan yang bertahan hidup di tempat semacam ini, dan jenis-jenis ini kebanyakan bersifat khas hutan bakau karena telah melewati proses adaptasi dan evolusi.

Mitigasi, Istilah ini cukup keren Juga..:)


Sering kita dengar baik di radio, televisi and baca di media cetak istilah Mitigasi, apalagi ketika ada bencana banjir, tsunami,istilah ini banyak dilontarkan para ahli lingkungan. Definisi mitigasi adalah proses mengupayakan berbagai tindakan preventif untuk meminimalisasi dampak negatif bencana yang akan terjadi. Mitigasi merupakan investasi jangka panjang bagi kesejahteraan masyarakat.

Bisakah Hutan Bakau Sebagai Mitigasi Tsunami?

Sebagai gambaran, Indonesia(termasuk Bali) adalah wilayah tropis yang mempunyai dua musim, yakni hujan & kemarau yang saat ini tidak menentu di Indonesia. Dan negeri yang kaya akan sumber alam ini juga terletak pada pertemuan 3 lempeng utama: Australia, Eurasia dan Pasifik, dan beberapa lempeng kecil lainnya seperti Sangihe, Maluku dan Halmahera. Pertemuan lempeng-lempeng ini menghasilkan aktifitas kegunungapian dan kegempabumian.

Sebagian besar gunung-api terletak pada busur Sunda yang terbentang 3000 km dari ujung utara Sumatra hingga ke Laut Banda, terbentuk akibat proses subduksi Lempeng Australia di bawah Lempeng Eurasia. Sekitar ¼ dari total gunung-api Indonesia terletak pada sebelah utara Busur Sunda. Gunung-api di Sulawesi, Halmahera dan Sangihe terbentuk dari konfigurasi beberapa subduksi lempeng kecil yang memanjang utara-selatan (Hamilton, 1979). Gunung-api di Laut Banda terbentuk akibat subduksi Lempeng Pasifik di bawah lempeng Eurasia.

Baik....agar tidak ngelantur/melenceng dari judul.....:)0

Khusus dalam hal bencana tsunami menurut saya, Hutan Bakau sangat efektif, menjadi front liner dalam upaya mencegah efek yang lebih besar dari bencana tsunami. Seperti yang kita ketahui, Peristiwa bencana Tsunami di Aceh, ternyata memiliki pengaruh yang tidak kecil, bukan hanya pada masyarakat Aceh, akan tetapi juga pada masyarakat lainnya di Indonesia. Sebuah peristiwa yang memiliki dampak yang luas, melampaui apa yang dapat kita bayangkan. Aceh dengan Tsunami-nya merupakan fenomena yang sangat kompleks, dan kini malah jangan-jangan berubah menjadi fenomena misterius yang tidak bisa disentuh oleh orang-orang awam, terutama yang jauh dari Aceh.

Bersahabat Dengan Alam

Pulau Bali sebagai salah satu rangkaian dari nusa-antara(nusantara;rangkaian pulau-pulau NKRI),pun tidak bisa terlepas dari ancaman bencana alam. Filosofi kearifan lokal Bali, yakni TRi Hita Karana( Tiga Penyebab Kebahagiaan; Parahyangan, Pawongan and Palemahan), sejatinya sudah mengajarkan bagaimana kita harus membangun hubungan harmonis dengan alam sekitar/lingkungan kita(konsep Palemahan). Konsepsi Tri Hita Karana ini juga menjadi batang tubuh visi & misi pemerintah Propinsi Bali dewasa ini. Sehingga tidak alasan bagi seluruh komponen Bali untuk tidak ikut terlibat dalam upaya-upaya pelestarian lingkungan.

Sebagai ilustrasi, Luasan hutan bakau/mangrove di dunia 15,9 juta ha dan 27%-nya atau seluas 4,25 juta ha terdapat di Indonesia (Arobaya dan Wanma, 2006). Luasan hutan bakau ini penyebarannya hampir di seluruh wilayah Indonesia dengan penyebaran terluas di Papua. Menurut Anonim (1996) bahwa luas hutan mangrove di Indonesia sebesar 3,54 juta ha atau sekitar 18-24% hutan mangrove dunia, merupakan hutan mangrove terluas di dunia. Negara lain yang memilki hutan mangrove yang cukup luas adalah Nigeria seluas 3,25 juta ha (Supriharyono, tahun 2000).

Konsentrasi Hutan Bakau di Bali & Upaya Pelestariannya

Pengamatan saya untuk di Bali, konsentrasi habitat hutan bakau, terdapat di daerah Bali selatan, di Bali Barat, beberapa titik di Bali tengah dan timur(mohon di koreksi data riil-nya). Khusus yang sering di angkat di permukaan media adalah hutan bakau di daerah Bali Selatan(kerjasama RI-JICA) dengan seabrek kegiatan penanaman bibit mangrove di daerah Denpasar Selatan(kawasan Mangrove , dkt Serangan,By Pass Simpang Siur, dsk), baik yang diadakan oleh pemerintah daerah, sekolah, swasta, LSM, dan komponen masyarakat lainnya.

Semangat mencintai lingkungan dengan penanaman pohon mangrove ini patut diacungi jempol, terlebih dengan semakin tumbuhnya kesadaran generasi muda(sekaligus pengetahuannya), betapa pentingnya kawasan hijau bagi kelangsungan hidup umat manusia. Dan sudah tentu kawasan2 lainnya di Bali, jangan sampai di anak-tirikan penanganannya. Sebagai kawasan yang dilingkari pantai, dekat dengan pesisir, menjadikan hutan bakau sebagai sabuk hijau kawasan saya rasa lebih urgen daripada menjadikan kawasan pantai di Bali "HANYA" dibentengi oleh fasilitas kepariwisataan.

Hutan Bakau Sebagai Obyek Wisata & Tempat Riset Alam

Saya sering melihat foto2 teman saya di facebook ini, ada banyak yang bergaya di kawasan hutan bakau di Bali Selatan. Indah, dan cukup inspiratif. Apalagi ditambah dengan kerjasama dengan pihak luar Jepang?(JICA;Japan-Indonesia Conservation..bla..bla..saya lupa..hehe). Nah, potensi ini, saya yakin sudah ditangkap oleh para pelaku wisata di Bali sebagai salah satu peluang dalam memperkenalkan Bali bukan hanya sebagai daerah wisata yang kaya akan adat, seni, dan budaya juga (seharusnya) sebagai daerah yang benar-benar mengimplementasikan Tri Hita Karana dalam praktek-praktek nyata seperti pelestarian lingkungan berupa hutan bakau ini. Sudahkah??

Tahun 2002, saya ingat ketika menjadi salah satu bagian dari sebuah kegiatan dunia, World Sustainable Development Expo(Pak K.G. Dharma Putra, pastinya masih ingat event ini), Dimana ketika itu, pelaku wisata Bali para pemenang penghargaan cukup bergengsi Tri Hita Karana Award 2001 (34 Hotel & akomodasi wisata se-Bali) berkumpul dalam sebuah stand dalam pameran WSDE itu;dimana saya ikut terselip n terjepit di dalamnya). Dalam forum itu, sebenarnya sudah ada embrio pemahaman segenap stakeholder kepariwisataan di Bali, bagaimana menyelamatkan lingkungan minimal di unit masing2. Sebenarnya, sudah dari dulu ya..semua pihak begitu aktif menyuarakan pelestarian lingkungan, bahkan dalam konteks ritual pun di Bali hampir setiap saat ada event2 ritual penghormatan terhadap lingkungan, sebut saja, hari suci tumpek bubuh;sebagai bentuk penghormatan n kasih sayang terhadap tumbuhan, kalo event ritual lebih besar, di Pura Luhur Batukaru pernah diadakan upacara yadnya Wana Kertih; upacara penghormatan n sekaligus ucapan terima kasih manusia kepada hutan sebagai penyangga kehidupan manusia Bali, ada juga upacara Segara Kertih, dll yang sejenis. Namun, suara kecil komponen peduli itu, semakin mengecil, karena action-nya tidak mendapat dukungan luas, tidak sustainable----tidak berkelanjutan alias alias hangat-hangat pisang goreng. Buktinya? Bali semakin panas, Indonesia semakin hot, musim yang tidak menentu karena faktor global warming, dll. Upacara sudah, tindakan nyata juga hrs diakui sudah dilakukan,terus, apanya nich yang kurang??

Sebuah Perbandingan

Jujur saja, kalimat indah Tri Hita Karana, implementasinya saya kira lebih banyak dilaksanakan oleh negara-negara lain. Biar ga pejabat/PNS aja yang studi banding, saya akan coba studi banding dalam hati,contoh Singapore:dalam hal kebersihannya(padahal udah seabrek tuh pegawai/pejabat kita "studi" banding n belanja kesini), hasilnya apa??
KHUSUS untuk budidaya mangrove/hutan bakau ini, di negara yang saya diami sekarang di kawasan Karibia ini, Hutan Bakau tumbuh liar dan dibiarkan liar, bahkan ada pulau mangrove yang sangat elok dipandang dan menjadi penahan abrasi yang sangat efektif. Coba liat di kawasan Pantai Lebih Gianyar dan sekitarnya, udah berapa meter ya tanah warga "dibeli" ama air laut?) Jadi, studi perbandingan yang saya dapat, kalau melihat kajian diatas betapa Indonesia memiliki kawasan hutan bakau terluas di dunia, kenapa ya tikus mesti mati di lumbung?..ups...maaf kita manusia bukan tikus...!

Eksistensi Hutan Bakau, Riwayat Sang Penjaga.

Menurut saya, khusus di Bali, mari jadikan Hutan Bakau sebagai "Dewata Nawa Sanga Sekala", dalam menjaga eksistensi hidup & kehidupan manusia -manusia yang mendiami pulau ini. Caranya? Gerak senam kegairahan seluruh komponen mulai dari pemerintah, masyarakat, akademisi, dll, harus terus dijaga seirama, dan tetap semangat secara berkelanjutan. Ah...dananya tidak ada?...masak?...makanya jangan dipakai plesir aja...paling tidak, dengan melestarikan hutan bakau...tanah-tanah pejabat & pengusaha yang dipinggir pantai tidak terus-terusan digerus"dibeli" oleh air laut..khan lumayan tuch buat 7turunan..makanya...mari secara bersama2 kita lestarikan lingkungan secara nyata, khan Tri Hita Karana katanya...yukkk..mariii!..


"Let's Save The World With Tri Hita Karana, We start it from Bali" (slogan Team Tri Hita Karana Award 2002),
Share/Bookmark

Tidak ada komentar:

Posting Komentar