Disclaimer

Segala sesuatu yang termuat dalam edisi digital ini adalah bentuk pendapat pribadi dan berdasarkan pemahaman penulis terhadap berbagai hal yang bersumber pada acuan-acuan tertulis, pendapat penulis lain dan atau pada artikel lain. Segala macam pendapat, kritik, sanggahan yang terdapat pada artikel di blog ini, adalah sebagai pendapat pribadi, tidak bersifat final dan tidak mengikat pihak manapun dan semata-mata sebagai upaya konstruktif agar segala sesuatu menjadi lebih baik. Penulis tidak dapat diganggu-gugat dalam segala macam bentuk apapun sebagai wujud kebebasan berekspresi, mengeluarkan pendapat dan hak asasi manusia.

Selasa, 19 Mei 2009

Tirtha Yatra Ke Alas Purwo, Yukkk!

Pada suatu waktu medio tahun 2007, penulis tanpa sengaja mendapat kesempatan diajak bertamasya spiritual ke Pura Alas Purwo, Banyuwangi, Jawa Timur. Banyak hal "berkesan" yang penulis dapatkan. Apa aja itu?


Penulis, pada suatu pagi ditelpon oleh mantan dosen waktu kuliah dulu, sebut saja namanya Pak Dewa, mengajak penulis untuk ikut bersembahyang ke Jawa, yakni tepatnya Pura Alas Purwo, Banyuwangi Jatim. Wah, tentu ibarat gayung bersambut, penulis tanpa ragu meng-confirm ajakan ini. Cool man!

Singkat cerita dalam perjalanan jam 9 pagi meluncur dari Denpasar, kami berempat saja. Penulis, Pak Dewa, dan dua orang temannya. Ternyata rute persembahyangan pertama adalah Pura Agung Blambangan.

Pura Agung Blambangan

Pura ini terletak di tengah perkampungan, penulis lupa nama desanya. Namun sangat megah dan komplit apalagi dilengkapi dengan sarana MCK yang lebih dari memadai. Ada sekitar 10an lebih kamar mandi. Sebelum sembahyang, penulis beserta rombongan menyempatkan diri mandi disana. Sungguh segar! Plus, acara berikutnya mandi spiritual di utamaning mandala Pura Agung Blambangan. Habis sembahyang, kami kemudian mengguyur kerongkongan dengan dua teguk kopi manis, penulis sendiri memilih teh manis khas blambangan tuk melepas dahaga. Sungguh, nikmat Tuhan luar biasa! Suksme Hyang Widhi.

Pura Giri Waseso(Wisesa?)

Perjalanan pun kami lanjutkan ke Pura selanjutnya, Pura Giri Waseso(Wisesa?). Letak Pura ini, lagi-lagi penulis forget. Tapi, nanti penulis janji akan cari tahu lagi. Pura ini cukup megah, terletak di sebuah ketinggian bukit. Menurut penduduk setempat, dulunya Pura ini hanyalah sebuah gundukan bukit yang setelah di gali, ternyata ada peninggalan bersejarah berupa batu-batuan Pura kuno. Setelah Pura ini direnovasi, jadilah seperti sekarang. Oiya, lingkungan sekitar pura sangat tenang khas perkampungan, suara ayam berkokok, terdengar disahuti oleh nyanyian burung-burung disekitar pepohonan di Pura ini. Kami pun bersembahyanga dengan khusyuk memuja kebesaran Hyang Widhi. Oiya, disetiap Pura yang kami kunjungi, tak lupa memohon tirtha(air suci), sebagai berkat Tuhan YME beserta isinya.

Kompleks Pura Luhur Giri Selaka(Pura Alas Purwo)

Hari sudah sore, kami pun bergegas melanjutkan perjalanan ke Pura Alas Purwo, atau nama lengkap puranya Pura Luhur Giri Selaka. Terletak di wilayah Desa Tegaldlimo, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. Sebelum memasuki wilayah Pura, kami berempat singgah dulu di Desa Tegadlimo. Wah, ternyata, Pak Dewa banyak teman disana. Salah satunya Pak Nur, yang nanti akan menemani kami masuk ke Hutan Jati Alas Purwo dimana Pura Giri Selaka berada. Kamipun berbincang sejenak dengan orang-orang Desa disana. Ada sekitar 200 KK pemeluk agama Hindu, disana. Dan yang mengagumkan pemeluk Hindu di desa yang agak terpencil ini sudah mempunyai Pura Padmasana, yang cukup megah.Ornamennya pun tidak kalah dengan bangunan Pura yang ada di Bali. Pak Nur, menjelaskan bahwa penduduk di desanya khususnya yang beragama Hindu rutin menggelar dharma shanti, persembahyangan, dan pelatihan Tri Sandya setiap sore untuk anak-anak. Hati penulis terenyuh, ketika berada dirumah Pak Nur yang teramat sederhana, dengan kesahajaannya, dia bertutur tentang kondisi desanya. Menurutnya, semangat penduduk pemeluk Hindu di desanya sungguh besar, apalagi kalau ada saudara-saudara mereka datang dari Bali, pedek tangkil ke Pura Alas Purwo, mereka tambah semangat, ujar lelaki tua ini. Singkat cerita, akhirnya kamipun mulai memasuki hutan jati yang sangat lebat. Hutan Jati ini termasuk Taman Nasional yang ditetapkan sebagai hutan lindung oleh pemerintah RI. Begitu memasuki hutan ini, tiba-tiba saja bulu kuduk penulis merinding hebat, ada perasaan aneh menyengat. Dan, seperti ada hawa aneh disekitar penulis. Mobil kijang Grand Extra yang kami tumpangi berenam(ada tambahan dua orang, Pak Nur dan temannya sebagai penunjuk jalan), melaju dengan lambat karena kondisi jalan yang rusak dan berbatu. Pelan sekali. Tiba-tiba, penulis merasakan sesuatu! Kebetulan penulis memakai cincin pemberian Ibu. Seperti ada yang menarik-narik permata cincin yang penulis pakai. Seperti disedot-sedot. Aneh! Tapu penulis mencoba tenang, sambil berdoa dalam hati. Penulis mencoba menenangkan diri. Tak tahu apa yang terjadi. Sampai penulis sempat berkirim sms ke kakak, bilang hal ini.Cincin yang penulis pake tersedot-sedot!.

Hampir satu jam lamanya terguncang-guncang diatas mobil, akhirnya kamipun sampai di Pura. Hari sudah gelap, Pak Dewa sebagai pimpinan rombongan mengajak kami singgah ke pondokan pemangku Pura. Ah, rupanya Pak Dewa usdah sering keluar masuk hutan jati Alas Purwo. Terbukti, para pemangku pura menyambutnya dengan akrab. Hawa sangat dingin karena kami ada ditengah hutan jati yang sangat lebat. Untungnya usdah ada penerangan listrik, dari sebuah generator yang katanya disumbang oleh pemedek dari Bali.

Obrolan dengan para tetua/pemangku Pura Alas Purwo pun demikian hangat ditemani Kopi manis panas. Kali ini, penulis pun ikut ngopi dengan nikmatnya. Menurut penuturan salah satu pemangku Pura(penulis lagi-lagi lupa ingatan), Pura yang sering disebut Alas Purwo, karena sejatinya memang terletak ditengah hutan Jati, Alas Purwo. Pura Luhur Giri Selaka, demikian namanya. Merupakan sebuah pura yang cukup luas. Disebelah Pura, ada Pura yang sering disebut Situs. Yaitu, Pura asal dari Pura Giri Selaka sekarang. Kamipun mulai sembahyang di Pura utama, Giri Selaka yang luas ini. Pada waktu bersembahyang, Pak Agung, teman Pak Dewa, duduk dengan sikap meditasi yang sempurna.Didepannya ada sebatang Dupa yang baru dinyalakannya. Api dupa yang ada didepannya, menyala terang, anehnya terus menyala meski angin berembus cukup kencang. Nyala Dupa di depan Pak Agung tetap belum padam. Bahkan sampai dupa nya abis, nyalanya masih berkobar. Cukup aneh juga, kalau dicerna dengan logika. Mana mungkin ya, sebuah dupa kecil mampu bertahan dari gempuran angin yang cukup kencang(Oiya, Pura ini, berhadapan dengan Laut Selatan Jawa). Sebahis sembahyang di Pura utama, kami melanjutkan sembahyang di Pura Situs. Sebuah pura teramat sangat sederhana, atau lebih tepatnya sebuah puing-puing pura kuno. Namun, jangan ditanya, aura yang terpancar, sungguh membuat bulu kuduk merinding. Kamipun sembahyang dengan khusyuk.Sehabis sembahyang, kami menggelar tikar di bawah pelinggih pura. Kamipun memilih mekemit di Pura Situs.

Ada perasaan aneh malam itu, suasana begitu sepi dan magis. Tampak, kami berenam merebahkan diri di atas tanah pura Situs. Beratapkan langit Hutan Jati, Alas Purwo. Memandang bintang dan merenungi kebesaran Tuhan. Takjub! Sepicingpun mata penulis belum terpejam, ketika Pak Dewa membangunkan rombongan tepat pukul 03.00WIB, untuk bergegas ke tujuan berikutnya. Kemana?

Goa Istana
Kamipun bergegas mepamit dari pura Giri Selaka,menuju Goa Istana. Wah tempat apa lagi ini..? Perjalanan menuju ke Goa Istana lumayan juga. Mobil kami merangkak perlahan menembus hawa dingin Alas Purwo. Sesekali kami menyaksikan binatang liar melintas didepan kami. Kadang ada Kijang, Rase, dll. "Penyakit" cincin saya kembali kambuh, terasa kembali cincin pemberian Ibu ini tersedot-sedot.Ehm..kenapa ya?

Tak lama, sampailah kami di sebuah tempat yang cukup lapang untuk memarkir kendaraan. Dan, ternyata, Pak Dewa mengajak kami berjalan kaki menembus hutan jati yang lebat ini dengan hanya berbekal senter kecil. Wow! Perjalanan mencari Goa Istana, lumayan jauh juga diantara semak-belukar dan pohon-pohon besar, kami kadang merangkak, hawa dingin begitu menggigit tulang. Kadang, suara binatang hutan terasa sangat menakutkan. Tapi , bagi penulis, yang penting adalah niat yang bersih. Pak Dewa selama perjalanan banyak menceritakan tentang Goa Istana. Menurut Pak Nur, Goa istana sering dijadikan tempat semadhi oleh para pembesar negeri ini. Sebut saja, Presiden pertama RI, Ir. Soekarno sampai Presiden Soeharto. Sudah menjadi rahasia umum, kedua mantan pemimpin Indonesia ini, senang dengan kehidupan spritual jawa, yakni kejawen.

Singkat cerita, sampailah kami di goa istana. Ternyata, di goa tersebut sudah banyak para pengalap berkah, para pertapa yang melakukan ritual di goa angker tersebut. Kamipun segera menuju ke dalam goa. Pengamatan penulis, goa tersebut lumayan besar, banyak rongga-rongga, menyerupai ruangan. Dan ada sebuah altar pemujaan yang sederhana dihiasi oleh sebuah bendera merah putih (bendera RI) berukuran sedang. Kamipun kemudian bersembahyang dengan khusyuk memuja Tuhan penguasa alam semesta ini.

Nah, dalam artikel ini, ada segumpal pertanyaan, kenapa cincin saya tersedot-sedot, pengalaman gaib apa aja yang terjadi? Nantikan artikel berikutnya dengan tajuk; Kisah cincin tersedot, tirtha angker dan cambukan di perut.Hanya disini, bersama Satria Madangkara.....


Share/Bookmark

2 komentar:

  1. Sudah tahu nggak nama desa Pura Blambangan itu dimana?

    BalasHapus
  2. Yang saya tau cerita tentang kesakralan alas purwo memang sejak dahulu dan diyakini juga sebagai alas paling 'Tenget' atau angker :-o( tapi bukan angker Bir ) di indonesia, konon cerita dari masyarakat sekitar menyeramkan ( saya nyaris sampai di Pura Alas Purwo ) tapi karna jalan masih dalam perbaikan saya di sarankan balik oleh masyarakat ) dan kebetulan juga waktu jelang tengah malam.

    ya itu yang saya tahu tentang 'alas purwo' walaupun saya belum tahu tempatnya.

    Ayu Raka

    BalasHapus