Disclaimer

Segala sesuatu yang termuat dalam edisi digital ini adalah bentuk pendapat pribadi dan berdasarkan pemahaman penulis terhadap berbagai hal yang bersumber pada acuan-acuan tertulis, pendapat penulis lain dan atau pada artikel lain. Segala macam pendapat, kritik, sanggahan yang terdapat pada artikel di blog ini, adalah sebagai pendapat pribadi, tidak bersifat final dan tidak mengikat pihak manapun dan semata-mata sebagai upaya konstruktif agar segala sesuatu menjadi lebih baik. Penulis tidak dapat diganggu-gugat dalam segala macam bentuk apapun sebagai wujud kebebasan berekspresi, mengeluarkan pendapat dan hak asasi manusia.

Senin, 27 April 2009

Surya Sewana, Memuja Tuhan, Menghormati Alam

Om Radityasya Paramjyotih, Rakta Teja Namo Stute,
Sweta Pangkaja Madyaste, Baskara ya Namo Stute,

Demikian lantunan bait mantra yang sering berkumandang tatkala sang Sulinggih/Pendeta melakukan pemujaan pada pagi hari menjelang matahari terbit.Salah satu rutinitas pokok dari "pedande" atau pendeta Hindu khususnya di Bali adalah "Nyurya Sewana", yakni melakukan pemujaan dengan mengagungkan nama suci Tuhan dalam menyambut matahari terbit.


Kehidupan ritual dan spiritual di Bali amat sarat dengan makna dan simbol. Dimana semuanya itu adalah bertujuan HANYA satu. Yakni, sradha bakti kepada Tuhan Yang Maha Esa/Sang Hyang Widhi. Hindu di Bali memiliki perbedaan implementatid dengan pelaksaan Hindu di tempat lain(khususnya di India). Hindu Bali dijalankan dengan mennyerap nilai-nilai budaya lokal(local genius) yang berkembang di Bali. Sebelum pengaruh Hindu(Weda) berkembang dan masuk, Di Bali sudah ada kepercayaan kuno yang sering disebut animisme(percaya dengan adanya benda, hal gaib), dsbya. Ini dibuktikan dengan adanya penemuan benda-benda prasejarah seperti Nekara perunggu di daerah Pejeng, dan bahkan baru-baru ini, di daerah Buleleng, Bali utara, ditemukan sarkopagus yang diperkirakan berumur ribuan tahun.

Berangkat dari hal diatas, maka perbedaan tatalaksana ritual kehidupan agama Hindu baik di Bali ataupun ditempat lain, bukanlah menjadi penghalang bagi umat untuk menuju-NYa. Bahkan dalam Bagavadgita disebutkan, "Dengan jalan apapun kau(umat) menuju kerah-Ku, aku(Tuhan) terima". Hindu sangat fleksible dengan perbedaan dan sangat universal. Hindu tidak mengenal penyeragaman, yang cenderung akan mematikan kreatifitas cipta, rasa dan karsa umatnya.

Terkait dengan judul diatas, Ritual Surya Sewana, dilakukan oleh para Dwijati(orang yang lahir dua kali;pertama lahir dari rahim seorang Ibu, kedua lahir dari rahim ajaran kitab suci Weda), semata-mata dilakukan demi kerahayuan jagat/baik alam mikro maupun alam semesta. Sangat mulia tugas para sulinggih ini. Tiap pagi mereka mendoakan alam semesta beserta isinya agar senatiasa damai, sentosa. Diyakini, doa-doa yang berkumandang setiap hari di Bali, mampu memberikan vibrasi/getaran positif bagi alam Bali. Seorang teman saya, yang berasal dari Jawa(agama lain),kebetulan memiliki daya linuwih menuturkan bahwa, saat perjalanannya dari jawa ke Bali, ada sebuah perbedaan yang sangat significant. Saat dia masih di daratan jawa mengendarai mobil menuju Bali, secara gaib ia melihat mahluk-mahluk gaib(roh gentayangan, dedemit, dsb), berseliweran dengan tidak ramah, ada yang dibawah jembatan, sering menganggu manusia yang lewat, dan mereka beringas. Nah sedangkan pada saat dia mulai memasuki wilayah Bali, begitu masuk daerah Gilimanuk, ada aura lain, mahluk-mahluk gaib memang banyak katanya, namun mereka sangat santun, ramah, dan anteng. Apa penyebabnya? Saya jawab, karena di Bali setiap saat kita melakukan persembahan sesaji, dan doa-doa di tempat-tempat suci/disucikan. Itukan menyembah mahluk gaib bukan Tuhan?? Nah itu pemahaman yang salah. Orang Bali melakukan ritual mebanten, memberi sesaji, dan lain-lain, secara universal memang ditujukan untuk Tuhan Yang Maha Kuasa, namun di beberapa tempat tertentu ditujukan kepada alam lain, sebagai bentuk penghormatan. Bahwa kita(manusia) menyadari bahwa kita hidup berdampingan dengan alam tidak nyata, jadi kita harus saling menghormati.

Sandyakalaning jagat Karibia,


Share/Bookmark

6 komentar:

  1. Terima kasih atas pencerahannya. Kita sudah seoatutnya berterima kasih kepada para Sulinggih yang sudah dengan tulus hati dan rutin melakukan puja mantram untuk kerahayuan jagat agung maupun jagat alit setiap harinya. Melaksanakan upacara Rsi Yadnya kepada para Sulinggih/guru merupakan bhakti kita kepada Guru.

    BalasHapus
  2. Om Swastyastu, yenning sane wahu ngemargiang eka jati, napi wastane?
    dados ka ucapan surya sewana?

    BalasHapus
  3. Surya sewana yenning ke margiang sane wahu me ekajati napi wastane

    BalasHapus
  4. Arti Surya sewana itu apa ya?

    BalasHapus
  5. Penjelasan tentang sesana pinandita (ekajati) link dari phdi berikut dapat dijadikan sebagai rujukan : https://phdi.or.id/artikel/sesana-pinandita-kajian-singkat-ii

    BalasHapus