Disclaimer

Segala sesuatu yang termuat dalam edisi digital ini adalah bentuk pendapat pribadi dan berdasarkan pemahaman penulis terhadap berbagai hal yang bersumber pada acuan-acuan tertulis, pendapat penulis lain dan atau pada artikel lain. Segala macam pendapat, kritik, sanggahan yang terdapat pada artikel di blog ini, adalah sebagai pendapat pribadi, tidak bersifat final dan tidak mengikat pihak manapun dan semata-mata sebagai upaya konstruktif agar segala sesuatu menjadi lebih baik. Penulis tidak dapat diganggu-gugat dalam segala macam bentuk apapun sebagai wujud kebebasan berekspresi, mengeluarkan pendapat dan hak asasi manusia.

Kamis, 26 Februari 2009

Air, Sumber Kehidupan Jangan Dicemari

Pembaca yang budiman,

Seperti yang telah ketahui bersama, peranan air begitu besar dalam kehidupan mahluk hidup. Manusia sebagai bagian dari penghuni alam semesta ini, sudah sewajarnya melakukan berbagai upaya untuk melestarikan air, sebagai sumber kehidupannya sekarang dan masa depan. Khusus di pulau dewata, Bali, telah terjadi distorsi dan erosi moral & material yang mengakibatkan sumber-sumber air di Bali kini mulai terancam.

Alam semesta ini diyakini memuat kandungan air 60% lebih. Demikian halnya tubuh manusia yang mengandung lebih banyak air. Dalam konsep makro-mikro cosmos, buana agung dan buana alit, kandungan alam semesta dan tubuh manusia adalah sama. Kalau di dalam tubuh manusia terjadi unbalance salah satu unsur, dipastikan manusia tersebut akan jatuh sakit.Bersyukurlah umat manusia di dunia ini, betapa Tuhan YME, demikian melimpahkan karunia air yang begitu melimpah ruah. Ada air laut, sungai, mata air,pancuran, danau, air PAM, yang semuanya dibuat baik sengaja maupun tidak demi kepentingan hidup penghuni alam semesta. Nah Bagaimana di Pulau Bali?


Masyarakat Bali adalah mayoritas beragama Hindu, dimana penggunaan air dalam ranah ritual agama Hindu sangat dominan. Dalam kitab suci Weda disebutkan bahwa air, bunga, api dan daun menjadi sarana pemujaan yang utama dalam pelaksanaan persembahyangan Hindu. Masyarakat Hindu Bali biasanya mendapatkan air suci dari danau, mata air, pancuran, dan air laut. Biasanya sumber-sumber air tersebut disucikan dan dibuatkan tempat suci khusus dan dikeramatkan. Dalam konteks kekinian, terbukti, kearifan lokal dengan mengkeramatkan sumber-sumber mata air yang ada di Bali adalah sebenarnya sebagai upaya pelestarian lingkungan yang dilakukan oleh leluhur orang Bali dari zaman dulu. Kearifan lokal ini diimplementasikan secara spiritual(ala agama Hindu di Bali), dengan membangun tempat suci disekitar mata-mata air yang dikeramatkan tersebut. Dalam konsep Tri Murti(Tiga manifestasi Tuhan;Tuhan adalah satu dengan banyak fungsi), Dewa Wisnu sebagai pemelihara, disimbolkan dengan air. Seperti di India yang terkenal dengan Sungai suci Gangga, masyarakat disana memuja dan memuliakan Dewi Gangga'sebagai "Ibu"-nya air. Bahkan dalam ritual "surya sewana" yang setiap pagi dilakukan oleh para "Pedanda"/Pendeta di Bali,bait mantram "Om Gangga Dewi Ya Namah Swaha" selalu mengiringi apabila "Yang Merage Ciwa ngardi tirta suci". Betapa agungnya peranan air bagi kehidupan ritual orang Bali. Sehingga tidak alasan dan sangat tidak dibenarkan apabila manusia Bali dan masyarakat lainnya merusak tatanan air yang ada di Bali.Kalaupun memang pemanfaatan air untuk pemenuhan kebutuhan primer dan sekunder seluruh rakyat, haruslah tetap memperhatikan keseimbangan ekosistem, dan cirle of life daripada air agar tetap dapat berguna untuk generasi mendatang.

INVESTASI AIR, AIR INVESTASI

Belakangan ini, banyak terekam oleh media massa, baik cetak maupun elektronik betapa telah terjadi upaya-upaya kontra produktif terhadap sumber-sumber air di Bali. Sebagai contoh, penebangan hutan-hutan di kawasan Kintamani secara liar, hutan di kawasan Taman Nasional Bali Barat(TNBB), Jembrana, "disfungsi ereksi" kawasan bedugul-batukaru dengan investasi di bidang pariwisata dan perumahan,yang mana semua itu sungguh begitu mengkhawatirkan dampak kedepannya. Kita tentu tidak alergi dengan investasi disegala bidang. Asalkan semua itu benar-benar memperhatikan kearifan lokal dan Sumber daya yang ada. Demikian juga masyarakat & pemerintah daerah Bali, harus benar-benar selektif dalam menyeleksi investor yang masuk. Saat ini, diakui atau tidak, master plan pembangunan daerah Bali memasuki wilayah "abu-abu", serba tidak jelas dan cenderung asal-asalan. Kenapa demikian? Karena terbukti dari berbagai kasus yang terjadi belakangan ini yang membuat kita semua prihatin dan "marah"! Tengok saja, rencana pembangunan fasilitas wisata di danau Buyan(yang kalau boleh penulis sebut sebagai investasi BOM WAKTU), betapa kita amati semua pihak begitu silau dengan gemerincing rupiah, tanpa berfikir ke depan akan seperti apa Bali ini? Danau Buyan adalah satu satu penyangga air bagi Bali secara keseluruhan, disamping danau-danau lain seperti danau Tamblingan, Danau Beratan dan Danau Batur(Kalau danau "Tempe", No comment). Sebagai daerah hulu, di lingkungan DSD(daerah sekitar danau, memegang peranan yang sangat penting. Inilah pekerjaan berat yang harus komit disinergikan antara pemerintah daerah Bali(Propinsi dan kabupaten/kota), masyarakat dan investor dalam upaya menjaga sumber-sumber air di Bali agar tetap lestari.
Tidak kalah penting lagi, bagaimana peranan stakeholders pariwisata seperti hotel, restaurant dan jasa wisata lainnya meningkatkan kepeduliannya terhadap sumber kehidupan Bali yang bernama air ini. Pengalaman penulis ketika menelusuri sungai Ayung(Gianyar) dan Telaga Waja(Karangasem) dengan perahu karet, betapa telah terjadi "tipu muslihat besar-besaran" yang dilakukan oleh komponen wisata di DAS sungai-sungai tersebut, khususnya di kawasan Ubud. Hampir sebagian besar pembangunan hotel & akomodasi wisata di sekitar daerah itu membuang limbah secara sembunyi-sembunyi ke Sungai Ayung!!!Dengan sistem setetes demi setetes, limbah RTH(rumah tangga hotel) tersebut dikencingkan ke sungai Ayung. Bagaimana dengan sistem pembuangan limbahnya?? Ini menjadi tanda tanya besar. Karena tidak semua akomodasi wisata didaerah tersebut dilengkapi dengan sistem yang memadai. Bahkan, ada salah satu hotel ada yang membangun villanya persis diatas aliran sungai Ayung.Dalam arti telah terjadi pelanggaran sempadan Sungai.Bagaimana dengan sistem perizinannya? Kenapa bisa "goal" jadi hotel? Nah ini lah yang perlu dipertanyakan? Patut diduga, telah terjadi kong-kalikong antara aparat dengan stakeholder pariwisata di daerah tersebut.

UPAYA-UPAYA PENYELAMATAN

Sekali lagi, investasi memang sangat penting, apalagi investasi demi hajat hidup orang banyak. Banyak sekali orang pintar, namun jarang ada orang-orang yang mengerti. Birokrat daerah Bali baik propinsi Bali dan kabupaten/kota, tidak kurang staff ahli, S2, S3 dan S4 yang ketinggian ilmunya melebihi tinggi gunung Agung. namun, yang tidak dimengerti adalah ketidakmengertian mereka terhadap apa yang mereka kerjakan. Uang telah menjadi "Tri Murti;pemralina" keinginan luhur untuk menjaga Bali. Solusinya hanya satu, mulat sarira. Sadarlah! Bom waktu kehancuran lingkungan Bali sudah didepan hidung. Mari tersadar dengan bijaksana!


Pesanggrahan Keramat,


Satria Madangkara




Share/Bookmark

5 komentar:

  1. Hayooo...yang kerja di bidang pariwisata terutama di daerah2 yang disebut tadi... bagai makan buah simalakama, cari makan disitu bearti ikut andil dalam "mengencingi" sungai ayung,hehehe...

    Hiks... jangan nae bilang s2,s3,dll, jadi gak enak nih,hehehe... yah wi tau sendiri kan itu semua ulah oknum2 yang sedeng.

    Kalo ming jadi kepala Bapedalnya sih, bakal tak larang,hehehehe...

    BalasHapus
  2. Hahaha...ehm..bener juga yach...kena dech aku...ya itu oknum yg berlabel ber S S..tapi S-nya jadi kena dech...yach ming duit aja sich...apa ga cukup??

    BalasHapus
  3. Wah membaca blog sampeyan banyak diperoleh informasi berharga. Satria madangkara, jadi ingat feri fadli, saursepuh....
    Main ya ke blog saya.

    BalasHapus
  4. Hello bli made,
    bukannya mereka ngak ngerti, tapi mereka sengaja pura2 ngak ngerti.
    ya...beginilah kenyataan keadaan manusia kita saat ini, diperlukan Dewata Nawa Sanga turun ke bumi utk menyadarkan mereka, sehingga mata mereka ngak buta lagi ditempel rupiah.
    Harus sabar bli, perlu waktu lebih lama. mungkin nunggu bali jadi gundul dulu.

    Rahajeng bli De.

    BalasHapus
  5. Dear Pak Ketut Kanada,

    Suksme atas komentarnya. Yach..semoga pihak-pihak yang LUPA tersadarkan. Namun, hendaknya KESADARAN MEREKA, tidak karena suatu hal yang merugikan orang banyak. Namun, lebih karena faktor dari dalam. Semoga Bali tetap lestari demi anak cucu kita kelak.

    Shanti selalu,

    Dwija

    BalasHapus