Disclaimer

Segala sesuatu yang termuat dalam edisi digital ini adalah bentuk pendapat pribadi dan berdasarkan pemahaman penulis terhadap berbagai hal yang bersumber pada acuan-acuan tertulis, pendapat penulis lain dan atau pada artikel lain. Segala macam pendapat, kritik, sanggahan yang terdapat pada artikel di blog ini, adalah sebagai pendapat pribadi, tidak bersifat final dan tidak mengikat pihak manapun dan semata-mata sebagai upaya konstruktif agar segala sesuatu menjadi lebih baik. Penulis tidak dapat diganggu-gugat dalam segala macam bentuk apapun sebagai wujud kebebasan berekspresi, mengeluarkan pendapat dan hak asasi manusia.

Sabtu, 15 Oktober 2011

Batas Negara RI, Antara Potensi Versus Lemahnya Diplomasi

Salam Bhineka Tunggal Ika!

Saudara sekalian yang berbahagia...

Pada kesempatan ini, saya mencoba menyikapi seringnya Indonesia "terganggu" oleh masalah perbatasan negara. Namun sebelum itu, mari kita coba urai apa yang dimaksud dengan "perbatasan negara". Dalam definsi yang berhubungan dengan "Perbatasan" yang termuat dalam website bapenas.go.id, disebutkan bahwa perbatasan negara adalah wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berbatasan dengan negara lain, dan batas-batas wilayahnya ditentukan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sedangkan yang dimaksud dengan garis batas antar negara adalah  suatu garis yang memisahkan wilayah kedaulatan dan yurisdiksi satu negara dengan negara lain yang berbatasan, baik itu yang letaknya berhadapan (opposite) maupun berdampingan/berdekatan (adjacent).

Sejatinya,Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sebagai negara maritim telah mendapatkan pengukuhan statusnya dengan Hukum Laut Internasional 1982 (United Nations Convention on the Law of the Sea/UNCLOS 1982). Dengan demikian NKRI telah mendapat jaminan atas hak-haknya sebagai negara maritim, namun juga dituntut untuk melaksanakan kewajiban dan tanggungjawabnya di laut terhadap dunia (pelayaran) Internasional. Berkah yang diberikan UNCLOS 1982 ini sepatutnya kita syukuri, karena Indonesia-lah negara yang paling diuntungkan, mengingat NKRI adalah negara maritim yang memiliki wilayah perairan terluas, lebih luas dari wilayah daratan (3x luas daratan :
luas daratan 2.027 km2, luas perairan 6.184.280 km2).


UNCLOS 1982 merupakan Hukum dasar/pokok di bidang kelautan telah mengatur rejim-rejim hukum laut yang selama + 25 tahun diperjuangkan Indonesia, yaitu ketentuanketentuan tentang : perairan pedalaman (inland waters), perairan kepulauan (Archipelagic waters), laut wilayah/teritorial (Territorial waters), landas kontinen (Continental Shelf), zona ekonomi eksklusif (ZEE) dan zona tambahan. Dalam UNCLOS tersebut memuat ketentuan/ peraturan tentang bagaimana menentukan titik pangkal (base points), garis pangkal (base lines) dan ketentuan jarak serta cara-cara penentuan setiap rejim perairan.6 Sebagai konsekwensi dari adanya rejim Hukum Laut Internasional (HLI), Indonesia dihadapkan pada beban tugas yang berat yaitu mengelaborasi dan menjabarkan HLI ini untuk kepentingan sendiri dan untuk pengaturan lalulintas laut internasional yang cukup padat (karena kedudukan wilayah NKRI yang strategis) serta melaksanakan perundingan dengan negara-negara tetangga untuk menentukan batas perairan, semua itu perlu dilakukan dalam rangka penegakan wilayah kedaulatan NKRI. (Kol. CTP Drs. Umar S. Tarmansyah, dari Puslitbang Indhan Balitbang Dephan)

Permasalahan kawasan perbatasan darat dirasakan lebih berat dan lebih rumit. Penegasan garis batas (border lines) antara RI Malaysia di Pulau Kalimantan yang telah dikerjakan sejak 1975, sepanjang + 2004 km hingga saat ini belum tuntas diundangkan, karena ada permasalahan (perbedaan pandangan) pada sejumlah segmen batas yang belum disepakati. Demikian pula dengan perbatasan darat RI PNG di Papua (+ 715 km) dan RI Timor Leste di Pulau Timor (+ 150 km). Padahal keberadaan garis batas yang sudah sah secara hukum adalah sangat penting karena border lines ini merupakan prasarana utama penegakan wilayah kedaulatan negara sekaligus merupakan sarana perekat kesatuan bangsa. Penetapan batas wilayah negara di darat lebih sulit, karena menyangkut banyak faktor kendala yaitu :
* Sumberdaya alam (SDA),
* Kesamaan etnik penduduk, beserta tradisi masyarakat di bidang ekonomi, sosial,
budaya dan agama/ kepercayaan,
*Kondisi geografis/geomorfologis zona perbatasan dan
*Perbedaan pandangan dari dua negara yang berbatasan.

Namun bagaimanapun batas negara adalah sesuatu yang wajib adanya, karena menjadi satu persyaratan berdirinya sebuah negara yang menyebutkan adanya suatu wilayah yang pasti; yang tentunya jelas batas-batasnya. Bilamana batas yang legal/tetap belum dapat diwujudkan, paling tidak harus ada kesepakatan batas sementara (provisional
arrangement). Tanpa adanya border lines, pelanggaran dan kejahatan yang terjadi di zona perbatasan akan sangat susah dicegah dan diberantas.

7 Faktor-faktor Penyebab Lemahnya Kondisi Perbatasan Negara.
a. Wilayah perbatasan jauh dari pusat pemerintahan, menyebabkan rentang kendali
(span of control) dan pengawasan pemerintah terhadap wilayah perbatasan sangat lemah.
b. Masih ada beberapa segmen batas (darat dan laut) yang bermasalah (belum ada
kesepakatan kedua belah pihak). Sementara itu garis batas yang sudah ditegaskan diukur
dan diberi patok batas juga belum ditetapkan secara hukum. 2
c. Keterbatasan kemampuan dan kekuatan aparatur keamanan perbatasan
menyebabkan lemahnya pencegahan, penangkalan dan pemberantasan aktivitas
pelanggaran batas dan kejahatan yang terjadi di daerah perbatasan.
d. Medan yang berat dan jauhnya kawasan perbatasan dari pusat-pusat pemerintahan serta permukiman penduduk, memberikan peluang yang besar terjadinya border crimes seperti : illegal logging/mining/fishing, human trafficking, penyelundupan senjata/narkoba/miras/sembako, illegal immigration, perompakan (piracy) dan lain-lain.
e. Rendahnya kesadaran geografi maritim, sehingga masyarakat kita tidak memiliki kebanggaan atas wilayah perairan yang luas dan kaya sumberdaya. Hal ini terbukti dengan hanya sedikitnya penduduk Indonesia yang berkiprah/bermata pencaharian di laut.
f. Lemahnya hukum dan peraturan perundang-undangan perbatasan. Hal ini tidak lepas dari belum absahnya (legal) garis batas negara karena peraturan perundangundangan tersebut, salah satu rujukan utamanya adalah garis batas negara yang sudah tetap/absah belum ada.
g. Kevakuman aktivitas di kawasan perbatasan. Penduduk perbatasan yang sangat jarang menyebabkan rendahnya aktivitas penduduk bahkan pada kawasan pedalaman perbatasan darat dan kawasan perbatasan laut yang letaknya sangat jauh dari pulau-pulau berpenduduk sama sekali tidak ada aktivitas.

Selama puluhan tahun sejak kemerdekaan, masyarakat perbatasan hampir tidak mengalami kemajuan yang berarti, selama itu pula sebagai daerah khusus tidak ada program pembangunan khusus untuk meningkatkan keberdayaan kawasan perbatasan. Selama ini kawasan perbatasan diperlakukan sebagai daerah belakang (periphery areas).
Itulah yang menyebabkan penduduk perbatasan kita khususnya di Kalimantan, Sulawesi dan Maluku, tingkat kesejahteraannya jauh lebih rendah daripada penduduk perbatasan Malaysia, Vietnam dan Filipina, yang mengalami tingkat kemajuan yang lebih pesat. Oleh karena itulah dapat dipahami kalau kawasan perbatasan kita baik di darat maupun di laut sering menjadi ajang kegiatan kriminal yang dari waktu ke waktu semakin marak. Hal ini dipengaruhi oleh posisi NKRI yang strategis sebagai wilayah perlintasan perdagangan antara Barat (Eropa) dan Timur (Asia Timur).
(sumber data: Puslitbang Indhan Balitbang Dephan)

Antara RI & Malaysia, Apa & Siapa yang Berulah??

Menyikapi semakin seringnya terjadi persinggungan/gesekan wilayah antara RI dengan negara tetangga Malaysia (kasus terkini di dusun Camar Bulan Desa Temajuk, Kecamatan Paloh, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat.), mengharuskan pemerintah RI harus bekerja ekstra keras sekaligus introspeksi ke dalam, analisis SWOT(strength, weakness, opportunity and threats), perlu dilakukan secara internal. Dengan merujuk faktor-faktor penyebab diatas plus political willingness yang kuat dari pemerintah RI, kedaulatan wilayah RI jangan sampai terus diganggu oleh negara-negara tetangga yang nakal.Malaysia, Singapore, Australia, Papua New Guinea adalah sederet negara tetangga yang sering gatal dan mengalahkan para diplomat Indonesia dalam diplomasi tentang wilayah NKRI. Negara-negara seperti yang saya sebutkan diatas tentu punya kepentingan tertentu demi keuntungan negaranya antara lain:
a. Seiring dengan pertumbuhan penduduknya, mereka memerlukan tambahan wilayah/perluasan wilayah.
b. Potensi Sumber Daya Alam(SDA) Republik Indonesia yang berlimpah yang membuat air liur negara tetangga mengalir sepanjang Bengawan Solo
c. Lemahnya Diplomasi pemerintah RI dimanfaatkan oleh negara-negara tersebut dengan provokasi dan endorsement dari negara adikuasa sepertii AS dan Inggris(Malaysia, Australia, adalah negara persemakmuran Inggris)
d. Buruknya sikap mental oknum pejabat RI dan oknum masyarakat RI yang demi uang tega menjual potensi SDA kita secara gelap(illegal logging, penjualan pasir/tanah ke Singapore, dll)

Apa yang Harus Dilakukan Pemerintah RI??

Menurut mantan Wapres Jusuf Kalla dalam wawancara dengan Harian Republika: "Pemerintah didesak segera menyelesaikan masalah perbatasan dengan Malaysia. Hal ini dikatakan mantan wakil presiden Jusuf Kalla. “Langsung datang ke Malaysia. Lakukan pembicaraan antar kepala negara. Kita bersahabat dengan Malaysia, kalau ada tindakan yang tidak menyenangkan segera bicarakan,” ujarnya pada Republika Selasa (11/10). Kalla juga mengingatkan bagaimana dulu pemerintah menyelesaikan kasus Ambalat.

Kalla mengatakan daerah perbatasan memang rawan masalah. Perbaikan di segala bidang memang diperlukan untuk perbatasan. Perhatian pemerintah pusat diperlukan untuk penanganan daerah perbatasan.

JK mengakui adanya kesenjangan ekonomi di wilayah dusun Camar Bulan, Desa Temajuk, Kecamatan Paloh, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat. “Ke depannya banyak yang harus dilakukan. Perbaikan ekonomi tertama. pos-pos penjagaan perbatasan juga harus diperbaiki. Jangan sampai masyarakat kita di sana tergantung sama negara tetangga,” kata JK.
(sumber republika.co.id)

Selain itu menurut Kol. CTP Drs. Umar S. Tarmansyah, Puslitbang Indhan Balitbang Dephan, dalam tulisannya yang berjudul :" POTENSI DAN NILAI STRATEGIS WILAYAH PERBATASAN NEGARA : PERMASALAHAN DAN SOLUSINYA, upaya-upaya untuk mengatasi peliknya masalah di perbatasan wilayah RI adalah dengan cara:
1. Menambah jumlah dan meningkatkan kemampuan serta pemberdayaan aparat keamanan yang ditempatkan di wilayah perbatasan darat dan laut. Untuk kesatuan TNI misalnya melalui TMMD, Karya Bhakti dan Operasi Bhakti untuk membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat guna menumbuhkan kesadaran bela negara serta
rasa kebangsaan.
2. Menuntaskan penyelesaian masalah penetapan garis perbatasan dan masalahmasalah krusial lainnya yang sering terjadi di kawasan perbatasan darat seperti para pelintas batas tradisional dari kedua negara, kolaborasi antara penduduk perbatasan dengan cukong-cukong dari negara tetangga untuk perbuatan jahat seperti illegal logging,
illegal mining, human trafficking, smugling, dan lain-lain. Untuk perbatasan laut, melanjutkan kembali pertemuan bilateral guna menyelesaikan atau mencapai kesepakatan perbatasan laut kedua negara dan meningkatkan kegiatan patroli terkoordinasi dengan negara-negara tetangga.
3. Menambah jumlah penduduk perbatasan terutama pada lokasi strategis, wilayah rawan kejahatan dan pulau-pulau terpencil. Penambahan ini dapat dilakukan melalui program transmigrasi atau relokasi penduduk dari wilayah perbatasan yang padat ke wilayah yang kosong namun cukup potensial untuk berkembang. Program transmigrasi yang disarankan adalah program transmigrasi pola PIR (Perkebunan Inti Rakyat) dan atau pola NIR (Nelayan Inti Rakyat) untuk daerah perbatasan pantai dan pulau-pulau terpencil. Dengan demikian, bersama-an dengan itu harus dibangun perusahaan inti
perkebunan dan nelayan yang melibatkan perusahaan BUMN, BUMD dan Swasta nasional.
4. Mengubah paradigma dan pandangan yang selama ini memandang dan memperlakukan wilayah perbatasan sebagai daerah belakang (periphery areas) menjadi daerah depan (frontier areas). Dengan paradigma baru tersebut diharap-kan daerah perbatasan mendapat kesempatan/prioritas dalam pembangunan dan pembinaan khusus di segala
bidang. Dampak dari pembangunan dan pembinaan wiltas ini akan dapat meningkatkan kesejahteraan penduduk, yang pada gilirannya dapat meningkatkan rasa kebangsaan, cinta tanah air dan kesiapan bela negara serta kepercayaan diri dan kebanggaan sebagai bangsa Indonesia.
5. Menambah porsi pelajaran geografi nasional, termasuk geografi maritim Indonesia pada kurikulum pendidikan mulai tingkat dasar (SD) dan lanjutan (SMP dan SMU). Tujuannya agar semua WNI sejak dini sudah mengenal wilayah tanah airnya yang luas dengan lokasinya strategis dalam konstelasi/interelasi hubungan Barat dan Timur, sehingga karenanya memiliki nilai geopolitik yang tinggi.
6. Mengembangkan produk hukum, peraturan dan perundang-undangan yang mengenai problematika daerah perbatasan, baik darat maupun laut serta perjanjian perbatasan antara RI dengan negara tetangga dalam menangani kejahatan lintas negara (transborder crimes) seperti smugling (penyelundupan), human trafficking dan terrorism. Untuk perbatasan wilayah perairan banyak produk hukum yang dapat dibuat dengan cara mengelaborasi dan menjabarkan pasal-pasal dan kaidah hukum yang bersumber dari Hukum Laut Internasional (UNCLOS 1982).
7. Pelibatan berbagai pihak (stokeholders) dari kalangan pemerintah dan masyarakat guna membangun kebersamaan dan kesatuan dalam menghadapi segala bentuk ancaman dan gangguan keamanan dan kejahatan bersenjata maupun non bersenjata. Kegiatannya dapat dilakukan dalam bentuk penyuluhan- penyuluhan di bidang hukum, keamanan,
ketertiban dan ketahanan masyarakat.

Selain itu menurut penulis, perlu kiranya di rancang strategi "BENTENG STHELSEL" dengan mempersempit kesempatan para penggangu baik itu dari negara tetangga ataupun kaum ekstrimis seperti gerakan separatis dan teroris dengan menempatkan markas besar angkatan bersenjata yang dimiliki RI menyebar di daerah-daerah rawan(dalam arti tidak terkonsentrasi di ibukota negara/propinsi besar. Usulan penulis untuk penempatan mabes TNI/POLRI/BIN sebagai berikut:
1. Mabes TNI AD di Papua
2. Mabes TNI AL di Sabang/Semenanjung Malaka
3. Mabes TNI AU tetap di Jakarta
4. Markas Kopassus Grup V di Kalimantan
5. Mabes Polri di Jawa Tengah
6. Markas Densus 88 Anti Teror di Jawa Barat
7. Markas Brimob dipusatkan di Wilayah Maluku dan Sulawesi
8. Markas BIN tetap di Jakarta

Simpulan & Saran

Siimpulan

1. Wilayah perbatasan NKRI yang dibingkai oleh garis batas negara memiliki nilai strategis karena wilayah perbatasan yang merupakan pengikat dan penegas wilayah NKRI berfungsi sebagai sarana penegakan kedaulatan wilayah NKRI terhadap segala bentuk ancaman dan gangguan pihak luar negeri, baik di darat maupun di laut. Sehubungan dengan itu, wilayah perbatasan harus memiliki kemampuan dan daya tangkal yang tinggi terhadap segala bentuk ancaman dan gangguan bersenjata dan non bersenjata.
2. Kondisi faktual wilayah perbatasan NKRI masih jauh dari yang diharapkan. Sebagian besar wilayah perbatasan (darat) berupa hutan dengan kondisi topografi bergelombang hingga bergunung sehingga sangat jarang dihuni penduduk. Sumberdaya alam yang tersedia didominasi oleh hutan primer dan sekunder, serta sungai-sungai yang mengalir hampir
sepanjang tahun. Sungai-sungai ini potensial dikembangkan untuk PLTA Mikro hidro, pengairan sawah dan kolam ikan. Sumberdaya buatan, sarana dan prasarana yang tersedia sangat terbatas. Jumlah penduduknya sedikit dengan sebaran tidak merata, tingkat pendidikan dan kesejahteraan masyarakat yang umumnya rendah/ miskin menyebabkan mereka apatis dan masa bodoh terhadap masalah yang terjadi di sekitarnya.
3. Kondisi geografi dan demografi yang digambarkan di atas kurang mendukung terciptanya dinamika kehidupan masyarakat wilayah perbatasan baik di bidang politik, ekonomi, sosial budaya maupun Hankam. Sehubungan dengan itu, masyarakat wilayah perbatasan sulit mengalami kemajuan yang signifikan, dari tahun ke tahun tidak banyak perubahan. Kondisi demikian menyebabkan wilayah perbatasan tidak memiliki daya tangkal, sangat rentan terhadap ancaman militer maupun non militer dari luar.
4. Untuk meningkatkan kemampuan wilayah perbatasan agar memiliki daya tangkal yang tinggi terhadap segala ancaman dan gangguan perlu dibangun dan dibina melalui pendekatan interdepartemen dan interdisiplin dengan pendanaan dan pengelolaan secara terpadu melibatkan multi stakeholder.
Saran
1. Penyelesaian permasalahan garis batas RI Malaysia (pada sepuluh segmen batas) yang sudah lama menggantung perlu segera dituntaskan karena hal ini menjadi kendala penetapan batas kedua negara.
2. Perlu pelibatan Pemda dan masyarakat perbatasan dalam memelihara dan mengawasi pilar (tugu) batas negara dan penambahan pilar-pilar baru guna perapatannya yang selama ini hanya dilaksanakan pemerintah pusat.
3. Untuk penetapan batas laut perlu segera menentukan base points dan base lines sebagai pangkal penarikan garis batas laut dan segera mendepositkannya ke Sekjen PBB guna pengesahannya.
4. Menjadikan kawasan perbatasan yang tidak memungkinkan dibudidayakan untuk pertanian sebagai Taman Nasional bersama dengan negara tetangga yang diawasi bersama. Contoh yang sudah ada Taman Nasional Kayan Mentarang (Kab. Malinau dan Kab. Nunukan Prop. Kaltim)
5. Perlu ada prioritas pembangunan, pemberdayaan dan pengawasan terhadap penduduk pulau-pulau terpencil yang lebih dekat dengan pusat pemerintahan dan permukiman negara tetangga karena mereka menggunakan uang asing dan bahasa negara tetangga dalam transaksi ekonomi. Mereka lebih banyak mendengarkan/ menonton siaran radio/TV asing. Penduduk pulau-pulau terpencil itu perlu mendapat bantuan (tunjangan/subsidi), kemahalan harga kebutuhan pokok yang sulit diperoleh dan sangat mahal.

Saran yang lain, Pemerintahan SBY harus berani tampil lebih galak dan tegas, jangan kemayu ala putri Solo. Masak kalah sama Founding Father kita Bung Karno.Masih ingat statement membakar seperti GANYANG MALAYSIA? Keluar dari keanggotaan PBB  tahun 1960? Siapa lagi kalau bukan Bung Karno. Beliau berani karena benar dan demi rakyatnya. Kalau Presiden yang lain, ehmm...belum ada yang seberani itu.Takut sama Amerika kali ya?..Please..! Demi 200 Juta rakyat Indonesia...!Ayo sadarlah para pemimpin bangsa!!!

Pulau Dewata, di-ilhami spirit Sumpah Pemuda,  28 Oktober 1928


Daftar Pustaka:
www.bapenaas.go.id
www.dephan.go.id
www.republika.co.id
dwija's bank data

Share/Bookmark

Tidak ada komentar:

Posting Komentar