Om Swastyastu,
Tulisan ini akan mencoba menyibak pertanyaan pada tulisan saya sebelumnya tentang bagaimana Peta perpolitikan tahun 2009 pasca disahkannya UU Pornografi. Di akui atau tidak, dengan diketok palunya UU munafikus ini, pro dan kontra ditengah masyarakat akan terus berlanjut.Sampai detik ini, gelombang penolakan terus berlanjut, seperti kemarin ratusan orang berkumpul di Jakarta memperingati"in memoriam Bhineka Tunggal Ika" simbol matinya keragaman dari Sabang - Merauke. Acara yang dimotori komponen pemuda lintas agama diantaranya KMHDI dihadiri oleh Adnan Buyung Nasution, Gus Dur,diselingi dengan pementasan Cak kolosal yang dibawakan secara keroyokan oleh komponen masyarakat Bali di Jakarta dan lain-lainnya, diakhiri dengan Doa lintas agama. Pada kesempatan itu, Bang Buyung yang notebenenya adalah Wantimpres SBY menyerukan penolakan terhadap UU laknat ini. Demikian Gus Dur malah lebih galak lagi, menuntut pembubaran FPI, musuh bebuyutannya.
DAMPAK POLITIS UU PORNOGRAFI
Setiap peraturan yang di-undangkan oleh pemerintah RI adalah untuk dilaksanakan oleh segenap rakyat Indonesia. Ini berarti bahwa, rakyat secara keseluruhan harus tunduk, patuh dan melaksanakan peraturan tersebut. Berkaca dari polemik UU Pornografi ini, yang menjadi pertanyaan, bisakah UU ini dilaksanakan secara menyeluruh? Mengingat ada sebagian kecil wilayah RI yang menolak? Tentu perlu diuji secara materiil formil lagi. Kenapa demikian? Karena dipastikan daerah-daerah yang menolak tersebut akan mengajukan class action berupa gugatan PK(peninjauan kembali) atau bahasa kerennya Judicial Review terhadap produk hukum ini kepada MK (Makhamah Konstitusi). Kita tentu tidak bisa berandai - andai disini.Bagaimanapun, Negara RI adalah negara hukum, perbedaan pendapat adalah hal yang wajar terjadi di negara yang baru belajar berdemokrasi seperti Indonesia.
Secara politis, menurut prediksi penulis akan terjadi pergeseran opini yang cukup signifikan ditengah-tengah masyarakat. Seperti yang kita ketahui bersama, Partai - Partai pendukung UU ini, seperti partai Demokrat, Partai Golkar, PKS, PAN, dll.Sedangkan yang 'walk out' waktu sidang paripurna adalah, PDIP dan PDS. Saat ini, UU Pornografi sedang dalam proses pengesahan oleh Presiden SBY. Kalau sampai disahkan oleh presiden, UU ini tercatat dalam lembaran negara, dan sah menjadi UU. Kalau dipetakan secara kongkrit seperti ini: Provinsi Bali sebagai daerah terdepan penolak UU Pornografi, akan menjadi batu sandungan buat SBY - diprediksi suara partai Demokrat akan turun, pesaing utama SBY yakni Megawati Soekarnoputri, diperkirakan tetap unggul di Bali. Bali itu kan kecil?? Jangan salah, Bali walaupun kecil, namun, secara politis sosiologis, Bali memegang peranan besar dalam percaturan politik tanah air.Demikian juga daerah - daerah seperti SULUT, Papua, NTT, Jogja, akan terjadi sentimen anti pemerintah yang walau berupa riak - riak kecil, sangat mengganggu SBY nantinya.
SOLUSI BUAT BAPAK PRESIDEN RI
Karena masih timbul gejolak di masyarakat, maka alangkah baiknya, SBY menunda pengesahan UU ini, sampai upaya hukum yang sedang digarap oleh pihak penentang UU Pornografi masuk ke meja MK. Adanya UU Pornografi ini tidak menjamin perbaikan moral bangsa. Karena sebenarnya moral bangsa kita sudah rusak, terlebih orang - orang yang berada dalam lingkaran kekuasaan sekarang ini. Terutamanya, oknum -oknum anggota DPR yang mulia dan terhormat.
Semoga Pikiran yang baik datang dari segala penjuru!!
Salam dari anak pulau,
Satria Madangkara
Pages
Disclaimer
Segala sesuatu yang termuat dalam edisi digital ini adalah bentuk pendapat pribadi dan berdasarkan pemahaman penulis terhadap berbagai hal yang bersumber pada acuan-acuan tertulis, pendapat penulis lain dan atau pada artikel lain. Segala macam pendapat, kritik, sanggahan yang terdapat pada artikel di blog ini, adalah sebagai pendapat pribadi, tidak bersifat final dan tidak mengikat pihak manapun dan semata-mata sebagai upaya konstruktif agar segala sesuatu menjadi lebih baik. Penulis tidak dapat diganggu-gugat dalam segala macam bentuk apapun sebagai wujud kebebasan berekspresi, mengeluarkan pendapat dan hak asasi manusia.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar