UJIAN Nasional (UN) pendidikan dasar dan menengah di negara kita sampai
saat ini diberlakukan sebagai salah satu tolok ukur kualitas
pembelajaran. UN dilaksanakan berlandasan UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional. Pasal 58 Ayat (2) menggariskan, evaluasi
peserta didik, satuan pendidikan, dan program pendidikan dilakukan
lembaga mandiri secara berkala,menyeluruh, transparan, dan sistemik
untuk menilai pencapaian standar nasional pendidikan.
Aturan
pelaksanaannya tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005
tentang Standar Nasional Pendidikan dan Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2011 tentang Ujian
Sekolah/Madrasah dan Ujian Nasional pada Sekolah Dasar/Madrasah
Ibtidaiyah dan Sekolah Luar Biasa Tahun Ajaran 2010/2011.
Secara de jure, pelaksanaan UN dipastikan sah, legal secara hukum.
Dalam Bab I Ketentuan Umum Permen Pendidikan Nasional Nomor 2 Tahun
2011, Pasal 1 Ayat 5 disebutkan, Ujian Nasional adalah kegiatan
pengukuran dan penilaian kompetensi peserta didik secara nasional pada
jenjang pendidikan dasar dan menengah. Ini berarti, UN
mengandung tujuan mulia. Tujuannya sejalan dengan amanat UUD 1945 yang
menekankan peran pemerintah mencerdaskan kehidupan bangsa melalui
pendidikan formal.
Tiap pelaksanaan UN tampaknya selalu menyisakan
kesenjangan kualitas dan kuantitas. Secara kualitas, pelaksanaan UN
terlihat tidak benar-benar murni. Apakah benar tolok ukur besaran nilai
hasil ujian dan tingkat kelulusan menjadi bukti UN telah berkualitas?
Penilaian UN yang benar-benar murni diharapkan sesuai prinsip
kejujuran. Sudahkah proses UN yang diikuti para siswa SD/SMP/SMA
mengacu standar kejujuran?
Ujian Nasional, Proses Pendidikan dan Hasil